Selasa, 14 Juli 2009

Relasi Baik untuk Menciptakan Kebahagiaan

Relasi Baik untuk Menciptakan Kebahagiaan Cetak E-mail

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Sīladassanasampannaṁ – dhammaṭṭhaṁ saccavādinaṁ

Attano kammakubbānaṁ – taṁ jano kurute piyan’ti

Barangsiapa sempurna dalam sila dan mempunyai pandangan terang, teguh dalam Dhamma, selalu berbicara benar dan memenuhi segala kewajibannya, maka semua orang akan mencintainya.

(Dhammapada 217)

Hari demi hari semestinya kita berusaha terus untuk melihat apa saja yang terkondisi dalam pikiran untuk menjadikan awal perbuatan kita. Untuk menyikapi hal-hal yang dimaksudkan dalam pernyataan tersebut di atas, kita dapat melihat satu kutipan sebagaimana dinyatakan dalam Aṅguttara Nikāya II.ii.9, ’Tinggalkan kejahatan dengan cara melupakan sehingga kekuatannya tidak bertambah, tidak sampai tertinggal/ nempel/ lengket pada pikiran. Kembangkan kebaikan dengan cara mengingat terus sehingga terkondisi ada dalam pikiran dan bertahan semakin lama semakin kuat, dan menjadi sumber kekuatan yang bisamemotivasi diri untuk mengulangi berbuat kebaikan itu lagi.’ (AN II.ii.9)

Berbuat Demi Relasi Bukan Berharap

Memiliki relasi dengan orang lain tentu dapat dipastikan saling mengenal satu sama lain lebih dari cukup dalam banyak hal. Apa yang kira-kira dapat kita lakukan untuk relasi kita ketika ia membutuhkan adalah hal penting yang semestinya kita pikirkan matang-matang.

Tindakan apa yang seharusnya kita perbuat yang tentunya baik bagi orang lain apalagi memang ada relasi dengan kita. Bukan malah berharap apalagi terlalu banyak memikirkan apa yang akan kita peroleh dari orang yang ada relasi dengan kita.

Meskipun tidak usah diharapkan apabila berbuat baik itu dilakukan secara baik dan benar tentu akan mendatangkan hasil yang sesuai. Dalam Siha Sutta, Aṅguttara Nikāya V.34 dikatakan, ’Orang yang suka memberi akan dihormati, akan dipuji, akan memperoleh penghargaan, status sosialnya akan tumbuh berkembang.’ (AN V.34)

Praktik Kemoralan Demi Relasi

Relasi kita dengan siapapun akan terpelihara dengan baik apabila kita memperhatikan sikap dan tingkah laku kita sendiri di hadapan para relasi kita. Kita harus menempuh cara hidup kita sehari-hari dengan baik, benar dan penuh tanggung jawab. Semaksimal mungkin kita berusaha untuk dapat menghindari segala bentuk penganiayaan dan pembunuhan, menahan diri untuk tidak mengambil apapun yang bukan milik sendiri, menjaga jarak yang aman terkait lawan jenis, menata sedemikian rupa kata-kata yang sebatas perlu atau tidak perlu untuk diucapkan kepada pihak lain, dan menolak segala bentuk konsumsi yang tidak sehat alias bikin mabuk.

Pengendalian Diri Demi Relasi

Kalau sudah terlanjur ada bahkan banyak kondisi buruk dalam pikiran, apakah kita tidak mengambil sikap? Jika kita mengambil sikap, sikap apakah yang harus kita tunjukkan?

Pertanyaan ini agak rumit tapi memang harus dijawab sendiri. Sebaliknya, jika timbunan kebaikan sudah ada apalagi banyak dalam pikiran kita, mampukah kita mempertahankan supaya kebaikan itu tidak luntur atau tidak terlupakan untuk dijadikan awal bagi kebaikan lain berikutnya yang harus kita lakukan semaksimal mungkin?

Bagaimana usaha kita agar mampu melakukan pengendalian diri adalah jawaban atas pertanyaan tersebut. Sebab, pengendalian diri akan menjadi penjaga relasi kita dengan orang lain di sekitar kita.

Terasa Beban Demi Relasi

Sadarkah kita bahwa semua yang sudah kita arungi sepanjang hidup kita selama ini adalah terlalu dipenuhi dengan kemelekatan, kebencian/ ketidaksenangan, ketidaktahuan, keirihatian, kesalahpahaman, kecurigaan, dan aneka ragam pandangan salah yang menurut pendapat kita adalah benar. Jika kita tidak sadar, maka itulah yang sebetulnya dapat menimbulkan banyak beban terasa berat dalam pikiran kita, terutama kecenderungan kita terlalu melekat terhadap orang tertentu di sekitar kita hanya semata-mata demi relasi.

Tindakan Tegas Demi Relasi

Kita perlu belajar memahami dengan baik dan benar segala hal yang memenuhi pikiran kita seperti tersebut di atas adalah salah dan harus kita sadari dan sedapat mungkin jangan lagi menjadi beban pikiran kita. Kita harus berjuang untuk menyikapinya secara benar dan meninggalkannya sejauh mungkin. Jika hal itu salah dan kita mengerti memang salah, kita harus tegas dan berani mengambil sikap tegas pula bahwa yang salah itu harus dihentikan.

Tindakan Benar Demi Relasi

Ada pernyataan penting yang dapat kita petik dari Aṅguttara Nikāya II.21, yaitu: ”Ada dua orang bodoh. Yang manakah dua itu? Ada orang yang tidak melihat kesalahannya sendiri sebagai satu kesalahan, dan ada orang yang tidak secara benar memaafkan orang lain yang sudah mengakui kesalahannya. Inilah dua orang bodoh. ” (AN 2.21)

Bertolak belakang dengan hal tersebut di atas ada pula pernyataan penting dari Dīgha Nikāya, yaitu: ”Ada dua orang bijaksana. Yang manakah dua itu? Ada orang yang melihat kesalahannya sendiri sebagai satu kesalahan, dan ada orang yang secara benar memaafkan orang lain yang sudah mengakui kesalahannya. Inilah dua orang bijaksana. ” (DN 2)

Inilah satu sebab perkembangan dalam Dhamma dan Vinaya dari Sang Tathagata, melihat satu kesalahan seperti demikian, ia membuat pengakuan kesalahan sesuai dengan Dhamma, dan melatih diri untuk tidak berbuat kesalahan di masa mendatang.

Sebagaimana yang dimaksudkan dalam Dhammapada syair 217 tersebut di atas dengan memiliki pengendalian diri dalam segala hal adalah merupakan hal yang sangat positif di masyarakat. Mengakui kesalahan yang sudah terlanjur terjadi, dan dengan tulus memaafkan orang lain yang telah membuat kesalahan kepada kita adalah baik untuk menjaga relasi.

Sumber:

- http://www.accesstoinsight.org/canon/sutta

- Dhammapada, Khuddaka Nikāya

- Petikan Aṅguttara Nikāya, Klaten

Oleh: Bhikkhu Cittagutto Thera

(30 November 2008)

Berikutnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar