Selasa, 14 Juli 2009

Hidup Adalah Berkelanjutan

Hidup Adalah Berkelanjutan Cetak E-mail

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Idha nandati pecca nandati, katapuñño ubhayattha nandati

Di dunia ini ia berbahagia, di dunia sana ia berbahagia;

pelaku kebajikan berbahagia di kedua dunia.

(Dhammapada, syair 18)


Semua orang berkeyakinan dan percaya adanya kehidupan yang selanjutnya setelah kehidupan ini. Bahkan, semua keyakinan mempercayai adanya surga dan neraka, alam bahagia dan alam sengsara. Percaya dan yakin adanya surga dan neraka adalah salah satu bentuk bahwa seseorang yakin dan percaya adanya kehidupan yang berkelanjutan. Masuk surga adalah wujud dari kelanjutan dari kehidupan, demikian pula, masuk neraka adalah rentetan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan yang sebelumnya.

Pemahaman tentang hidup yang berkelanjutan ini memang sangat bervariasi, namun Guru Buddha mengajarkan demikian sangat terinci, panjanglebar, dan sangat jelas dan terang. Empat hari yang lalu, bangsa Indonesia menyelenggarakan pesta demokrasi, untuk memilih para wakil rakyat di legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat). Pesta demokrasi itu juga wujud dari kelanjutan bangsa tercinta Indonesia. Karena dengan adanya pemilu yang jujur dan adil, serta terpilihnya wakil rakyat yang baik, maka kelangsungan, perkembangan, dan kemajuan bangsa tercinta ini akan berkesinambungan.

Pengertian hidup berkelanjutan sesungguhnya sangatlah mudah kita pahami, bahkan hampir setiap waktu kita mendengar dari orang ke orang. Kita sering mendengar kalimat pendek yang terucap oleh kebanyakan orang: ’Ayo…! ke vihara baca paritta, meditasi, belajar Dhamma supaya nanti kita hidup bahagia, tentram dan sejahtera.’ Juga masih banyak kalimat yang sering kita dengar, bahkan kita ucapkan sendiri dengan penuh harapan, misalnya ’Ayo…! kita berdana, kerja bakti, bakti sosial, gotong royong…’ dan lain-lainnya, dengan harapan supaya mendapatkan berkah sehingga hidup tentram, damai, dan bahagia.

Pengertian ’nanti’ di sini sesungguhnya berartikan mikro dan makro. Secara makro, ’nanti’ mengartikan untuk kehidupan yang selanjutnya setelah kehidupan di dunia ini, semua orang ingin masuk surga atau alam bahagia. Namun yang lebih penting lagi adalah pengertian secara mikro yang berarti saat ini atau saat kemudian. Bahwa sesungguhnya yang diinginkan tersebut tidaklah jauh-jauh dari kehidupan yang ada di dunia ini.

Penting untuk kita ketahui, bahwa kehidupan ini tidak berlompatan tetapi berentetan. Seperti sekarang kita berada di dalam rumah, penuh kondisi batin dan pikiran yang tentram, damai, dalam keteguhan, sabar dan riang gembira, maka saat keluar melangkahkan kaki menuju luar rumah kita masih dalam kondisi yang sama; tetapi juga tidak serta merta kalau orang itu di dalam rumah sedang marah-marah, emosi, kesal dan jengkel tidak serta merta langsung kemarahanya, kekesalannya, emosinya hilang, pasti masih ada beban yang memberati dalam batin dan pikirannya.

Kenapa seakanakan apa yang kita harapkan dan inginkan tidak diperoleh? Karena kita tidak konsekuen dengan apa yang kita harapkan, atau karena paham tentang datangnya keberkahan yang seakan–akan datang tiba-tiba, dan secara misterius atau ajaib. Padahal kita tahu bahwa segalanya dimulai dari detik ini. Adanya menit dimulai detik, adanya jam dimulai menit, adanya hari dimulai jam, adanya minggu dimulai hari, adanya bulan dimulai minggu, adanya tahun dimulai bulan. Semuanya terjadi beruntun harmonis dan sistematis, tidak ada yang melompat apalagi ajaib.

Begitu pula, kehidupan kita diawali dari detik ini, kalau detik ini kita dalam kondisi yang tentram, damai, penuh dengan keteguhan, kewaspadaan, kehati-hatian, dan kegembiraan serta senantiasa berupaya untuk menjaga dan mengembangkan, maka detik selanjutnya kita masih dalam kondisi yang sama, bahkan karena kita konsekuen maka kegembiraan, ketentraman dan kebahagiaannya bisa bertambah.

Kalau detik ini kita dalam ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan, maka menit ini kita dalam ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan; kalau menit ini kita dalam ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan maka pada jam ini kita dalam ketentraman, kedamaian, dan kebahagiaan; … jam, hari, minggu, bulan dan tahun ini adalah tahun yang menyenangkan, dan ialah orang yang penuh kebahagiaan sepanjang tahun ini.

Bagaimana supaya kita berada dalam ketentraman, kedamaian, dan kebahagiaan? Pertama kita harus memiliki sammādiṭṭhi (pandangan benar) tentang hidup dan kehidupan ini. Hidup adalah proses yang berkelanjutan, penuh perjuangan dan keteguhan. Karena hidup ini adalah proses, maka kita harus isi kebajikan sehingga hidup kita berproses pada hal yang lebih baik. Hidup ini perjuangan, tidak ada sesuatu yang muncul dengan tiba-tiba, tetapi sesuatu yang muncul adalah ada sebabnya. Karena kita hanya melihat apa yang terjadi, tetapi tidak mengetahui asal mulanya, maka kita anggap hal itu aneh dan ajaib.

Dāna (murah hati) adalah dasar dari semua kebajikan yang bisa kita lakukan. Memberi bukan kehilangan tetapi justru menyimpan, menanam, menyemai dan menabur yang akan menjadi pohon-pohon kebajikan yang membuahkan kebahagiaan. Tiga macam pemberian, dana materi (āmisa-dāna), dana ketentraman-memaafkan (abhaya-dāna), dan dana kebenaran-pengetahuan (dhamma-dāna).

Sῑla (moral) adalah penjaga, pelindung dan pupuk penyubur tanaman kebajikan yang kita lakukan sehingga terbebas dari hama, pengganggu dan membuahkan hasil yang melimpah ruah. Lima sila yang setiap hari diulang adalah pengantar menuju hidup yang bahagia dan sejahtera.

Bhāvanā (menjernihkan batin dan pikiran) dengan mengembangkan kesadaran dan perhatian kepada batin dan jasmani. Kemurnian batin merupakan dasar terjadinya atau munculnya suatu tindakan maupun ucapan, bahkan juga pikiran seseorang.

Dalam Dhammapada syair 18 disebutkan: ”Di dunia ini ia berbahagia, di dunia sana ia berbahagia; pelaku kebajikan berbahagia di kedua dunia. Ia akan berbahagia ketika berpikir, ’Aku telah berbuat bajik’ dan ia akan lebih berbahagia lagi ketika berada di alam bahagia.

Oleh: Bhikkhu Dhammakaro

(12 April 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar