Selasa, 14 Juli 2009

Keyakinanku Kebahagiaanku

Keyakinanku Kebahagiaanku Cetak E-mail

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Sukhā saddhā patiṭṭhitā, Sukho paññāya patilābho

Keyakinan yang telah ditanam kuat akan memberikan kebahagiaan

Kebijaksanaan yang telah diperoleh akan memberikan kebahagiaan

(Dhammapada 333)

Pada suatu hari dalam suatu perjalanan, ada seorang yang tampak ragu-ragu ketika ingin menyeberang di jalan raya, ia berjalan dengan dituntun oleh tongkat di tangannya. Orang tersebut ternyata seorang tunanetra. Namun walaupun ia tunanetra, tetapi ia bukan peminta-minta. Ia adalah orang tegar, orang yang mau berjuang meskipun dalam kegelapan.

Dalam kegelapan memang sulit bagi seseorang untuk melangkah. Oleh karenanya, sangat wajar bila keraguan muncul dalam benak, mungkin ada batu yang menghalangi atau takut ada binatang melata. Keraguan akan hilang ketika ada cahaya yang menerangi perjalanan. Walaupun cahaya tersebut tidak begitu terang hanya dari sebuah lilin kecil, tetapi cahaya yang timbul mampu mengurangi keraguan dan kekhawatiran yang ada.

Keragu-raguan juga kerap kali muncul di kehidupan ini yang mengakibatkan batin tidak tenang sehingga kegelisahan, kekhawatiran, dan rasa takut akan muncul untuk merusak kebahagiaan yang ada. Bagaikan sebuah kapas yang tidak pernah tenang, selalu bergerak sesuai dengan arah angin yang meniupnya, demikian juga batin yang kurang keyakinan akan tidak tenang, gelisah dan khawatir, mudah terpengaruh terhadap apa yang ada di luar dirinya. Batin-batin yang kurang keyakinan ini akan gelisah, khawatir dan takut, terutama akan masa depan yang masih menjadi misteri dan memang akan selalu tidak pasti.

Apa yang harus diyakini dan bagaimana menumbuhkan keyakinan tersebut adalah langkah awal yang akan mengantarkan pada jalan kebahagiaan. Guru Agung kita Sang Buddha mengatakan:

”Mereka yang memiliki keyakinan pada Buddha, Dhamma, dan Sagha, memiliki keyakinan pada yang terbaik; dan bagi mereka yang memiliki keyakinan yang terbaik, maka hasil yang terbaik akan mereka miliki.” (Aguttara Nikāya IV.34)

Buddha telah sepenuhnya tercerahkan, sempurna, merealisasi kebahagiaan tertinggi (nibbāna), terbebas dari keserakahan (lobha), kebencian (dosa), dan kegelapan batin (moha) yang menjadi akar dari penderitaan (dukha).

Salah satu kesempurnaan Sang Buddha ialah belas kasih-Nya yang begitu besar (mahakaruna). Sang Buddha tidak tega melihat manusia mengalami penderitaan yang sesungguhnya tidak perlu terjadi, sehingga Sang Buddha menghabiskan sisa hidup-Nya, selama 45 tahun berusaha menyadarkan bahwa dalam kehidupan ini selalu ada sisi yang berbeda yang merupakan ciri dari kehidupan yaitu perubahan (anicca), selalu ada ketidakpuasan (dukkha) karena perubahan itu tidak selamanya sesuai dengan harapan. Kebahagiaan dan penderitaan yang dialami terjadi karena adanya sebab, dan sebab yang paling menentukan bermula dari dalam diri. Mereka yang memahami kenyataan ini, mempunyai keyakinan yang teguh pada hukum perubahan dan sebab-akibat yang saling berhubungan ini, maka hidupnya tidak mudah gelisah atau khawatir. Inilah keyakinan yang benar, yaitu keyakinan pada Dhamma yang merupakan jalan untuk membebaskan dari ketergantungan dan memadamkan api penderitaan.

Dhamma yang agung ini, Dhamma yang begitu berharga, bagai tongkat bagi seorang yang buta dapat lestari hingga kini karena ada Sagha yang melindunginya. Karena merekalah (Sagha) hingga saat ini kita dapat mengenal Dhamma yang luhur. Sagha merupakan bukti nyata bahwa orang yang hidup sesuai Dhamma akan terbebas dari penderitaan pada kehidupan saat ini juga. Jadi jelas bahwa keyakinan pada TIRATANA adalah keyakinan yang terbaik, karena tiga hal ini, yaitu Buddha, Dhamma, dan Sagha merupakan wujud kebebasan total dari penderitaan yang menjadi harapan semua makhluk.

Keyakinan dapat muncul ke dalam batin melalui berbagai jalan. Keyakinan yang benar tumbuh dari pengetahuan bukan dari ketakutan. Keyakinan yang muncul dari rasa takut bukanlah keyakinan yang baik karena rasa takut akan menyebabkan tidak adanya penyelidikan terhadap apa yang diyakini, dan ini merupakan keyakinan yang buta. Keyakinan dalam ajaran Buddhis sangat bertentangan dengan keyakinan seperti ini. Sang Buddha memberikan kebebasan sepenuhnya bagi siapa saja untuk menyelidiki dan membuktikan apa yang diajarkan-Nya seperti halnya yang dikatakan pada suku Kalama: ”Jangan percaya begitu saja mengikuti tradisi, anjuran turun-temurun, pendapat umum, kitab-kitab suci... Tetapi setelah kalian mengetahui sendiri, hal-hal ini adalah tidak bermanfaat, dapat dicela, dihindari oleh para bijaksanawan; hal-hal ini, jika dilaksanakan dan dipraktikkan akan menyebabkan kerugian dan penderitaan, maka kalian harus meninggalkannya.” (Aṅguttara Nikāya III.65).

Keyakinan seseorang dapat tumbuh berbeda berdasarkan dari mana mereka memperolehnya. Keyakinan yang diperoleh melalui membaca atau mendengar merupakan tingkat keyakinan yang lemah. Tingkat keyakinan yang lebih tinggi diperoleh melalui hasil perenungan terhadap apa yang telah diketahui sebelumnya dan keyakinan yang tertinggi yang kokoh, kuat, mantap, tidak goyah dapat diperoleh dari pengalaman sendiri, melalui meditasi.

Mereka yang memiliki keyakinan yang kokoh, kuat, mantap, tidak goyah pada TIRATANA akan dapat mengatasi keragu-raguan dan hanya mereka yang dapat mengatasi keraguan pada BUDDHA, DHAMMA, dan SAṄGHA dapat terbebas dari rasa takut, khawatir, dan gelisah terhadap apa yang terjadi pada masa depan dan terbebas dari kelahiran dari alam penderitaan, mencapai kebahagiaan.

Oleh: Bhikkhu Adhiratano

(19 April 2009)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar