Sahabat Sebagai Obat |
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa
Asevanā ca bālānaṁ, paṇḍitānañca sevanā.
Etammaṅgalamuttamaṁ’ti
(Maṅgala Sutta, Khuddaka Nikāya)
Dalam pergaulan di masyarakat, hendaknya kita harus berhati-hati, karena sering kali orang-orang salah dalam pergaulan. Carilah teman-teman yang bijaksana dan hindarilah teman-teman yang dungu. Teman yang bijaksana akan menuntun kita pada hal-hal yang baik dan berguna, yang akan membuat kita bahagia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kelahiran kita yang akan datang. Teman-teman yang dungu akan membuat kita terjerumus pada hal-hal yang buruk dan berbahaya, yang akan membuat kita menderita, bukan saja dalam kehidupan sekarang ini bahkan pada kelahiran kita yang akan datang. Marilah kita mengenali sahabat-sahabat kita, mengapa kita harus menghindari pergaulan dengan orang-orang yang dungu? Mengapa kita harus bergaul dengan para bijaksanawan? Untuk mengetahui jawabannya, simaklah uraian berikut ini.
Tak bergaul dengan orang-orang dungu adalah berkah utama.
Tak bergaul dengan orang-orang dungu dikatakan suatu berkah utama, mengapa dikatakan demikian? Karena dengan tidak bergaul, berteman, bersahabat dengan orang-orang yang dungu kita akan terhindar dari melakukan hal-hal yang buruk. Orang yang dungu segala perbuatannya cenderung ke arah yang tidak baik/buruk. Ia menganggap perbuatan yang buruk sebagai perbuatan yang berguna, maka hal ini yang ia lakukan, tetapi ia menganggap perbuatan baik sebagai perbuatan yang tidak bermanfaat, maka ia tidak pernah melakukan.
Pelanggaran sila/kemoralan seperti membunuh, mencuri, asusila, berbohong, mabuk-mabukan, ia anggap sebagai sesuatu yang baik dan berguna yang tidak akan mengakibatkan penderitaan, maka ia melakukan hal-hal ini. Sementara pergi ke vihara, mendengarkan ceramah, berdana, menjalankan sila, bermeditasi, adalah sesuatu yang menjenuhkan, sesuatu perbuatan yang membosankan, sesuatu perbuatan yang tidak bermanfaat, sehingga ia tidak pernah melakukan hal-hal ini. Inilah yang dilakukan oleh orang yang dungu.
Bergaul dengan orang dungu akan menyebabkan kita ikut menjadi dungu. Salah satu contoh, jika kita sering bergaul dengan orang-orang yang suka melakukan pelanggaran sila ke-5 yaitu mabuk-mabukan atau mengkonsumsi obat-obatan terlarang (narkoba), maka kita pun akan ikut menjadi seorang pemabuk, ikut mengkonsumsi obat-obatan tersebut. Inilah bahayanya, kita akan terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif. Walaupun kita berteman dengan mereka dan kita tidak ikut-ikutan melakukan minum-minuman keras, kita tidak ikut-ikutan mengkonsumsi narkoba, tetapi apabila kita sering bergaul dengan orang-orang seperti ini, maka nama baik kita akan tercemar, nama baik kita akan jelek seperti perumpamaan sebagai berikut: bagaikan daun pisang yang digunakan untuk membungkus daging atau ikan yang berbau busuk, walaupun daging atau ikannya sudah dibuang tetapi daunnya akan tetap tercium bau busuk. Jika kita sudah tahu dan sudah mengerti bahwa minum-minuman keras, narkoba dan sejenisnya itu tidak baik akan merusak kesehatan bahkan kehidupan kita, namun kita masih tetap melakukan hal ini adalah suatu kebodohan. Kita dapat mengetahui seberapa besar kebodohan-kebodohan yang kita lakukan, dengan cara mengetahui seberapa banyak kita melakukan pengulangan-pengulangan perbuatan yang bodoh tersebut.
Dalam Dhammapada ayat 63, Sang Buddha mengatakan: ”Orang bodoh yang menyadari kebodohannya sendiri, sesungguhnya adalah orang yang bijaksana, sedangkan orang bodoh yang sombong dan menganggap dirinya bijaksana, adalah orang yang sungguh-sungguh bodoh.”
Tentunya yang dimaksud dalam Dhammapada ini adalah orang yang bodoh karena melakukan tindakannya yang bodoh, kemudian ia menyadari bahwa tindakannya itu adalah bodoh dan ia tidak akan mengulangi lagi kebodohannya itu. Ini dikatakan orang bodoh yang telah menjadi bijaksana. Bijaksana karena telah menyadari tindakan kebodohannya dan tidak akan mengulangi tindakannya yang bodoh untuk kedua kalinya. Tetapi orang bodoh yang terus-menerus melakukan kebodohannya dan tidak menyadari bahwa tindakannya itu adalah sesuatu yang bodoh bahkan ia bangga dengan tindakannya itu, inilah sesungguhnya orang yang benar-benar bodoh.
Bergaul dengan para bijaksanawan adalah berkah utama
Bergaul dengan para bijaksanawan adalah berkah utama. Dikatakan demikian karena bergaul dengan bijaksanawan banyak membawa keuntungan, banyak membawa manfaat. Bijaksanawan adalah orang yang mengerti kebaikan sebagai suatu kebaikan dan kejahatan sebagai suatu kejahatan. Perbuatannya cenderung ke arah yang baik, karena bijaksanawan bisa membedakan mana perbuatan baik yang harus dilakukan dan mana perbuatan buruk yang harus ditinggalkan. Bijaksanawan mengerti bahwa melakukan kebaikan akan berakibat kebahagiaan dan melakukan kejahatan akan membuahkan penderitaan.
Berteman atau bergaul dengan para bijaksanawan diibaratkan seperti: daun pisang yang digunakan untuk membungkus bunga-bunga atau kayu cendana yang wangi, meskipun bunganya atau kayu cendananya telah dibuang, tetapi daun pisangnya akan tercium bau yang wangi. Begitu juga bila kita berteman atau bergaul dengan orang yang bijaksana, maka tindakan dan perbuatan kita akan ikut terpengaruh menjadi bijaksana, seperti yang dilakukan oleh orang yang bijaksana. Kita akan mencontoh hal-hal yang baik, nama kita pun akan ikut menjadi baik karena bergaul dengan orang yang baik.
Bagaimana ciri-ciri dari bijaksanawan itu? Ada beberapa ciri, yaitu: memiliki saddhā atau keyakinan, memiliki hiri atau rasa malu untuk berbuat jahat, memiliki ottappa atau takut akan akibat dari perbuatan jahat, memiliki bahussuta atau banyak pengetahuan Dhamma, memiliki viriya atau semangat, memiliki paññā atau kebijaksanaan.
Dalam Sigalovada Sutta, dijelaskan tentang empat macam sahabat yang baik, yaitu:
1. Sahabat penolong, adalah sahabat yang menjaga kita sewaktu kita lengah, ia menjaga harta kita sewaktu kita lengah, ia melindungi kita sewaktu kita dalam keadaan ketakutan dan ia memberi lebih daripada yang kita berikan.
2. Sahabat di waktu senang dan susah, adalah sahabat yang menceritakan rahasianya kepada kita, ia menjaga rahasia kita, ia tidak akan meninggalkan kita sewaktu kita dalam kesulitan, ia rela mengorbankan hidupnya demi kepentingan kita.
3. Sahabat yang memberi nasehat baik, adalah sahabat yang mencegah kita melakukan kejahatan, selalu menganjurkan kita untuk melakukan kebajikan, memberitahukan kita pada hal-hal baik yang belum kita dengar, dan menunjukkan jalan kepada kita untuk terlahir di alam-alam yang bahagia.
4. Sahabat yang bersimpati, adalah sahabat yang tidak akan bergembira bila kita sengsara tetapi malah menghibur kita, ia akan merasa senang bila melihat kita bahagia, ia akan men-cegah orang-orang untuk berbicara menjelek-jelekkan kita, ia akan membenarkan hal-hal yang baik yang dibicarakan orang-orang tentang diri kita.
Inilah sahabat-sahabat baik yang bisa menjadi obat di kala kita menderita dan membutuhkan pertolongan. Sahabat yang berguna untuk kemajuan batin kita. Bila kita memiliki sahabat-sahabat baik seperti ini tentunya kita akan bahagia. Marilah kita mencari sahabat yang bisa dijadikan obat. Kalau kita tidak bisa menemukannya, marilah kita bentuk diri kita menjadi sahabat yang bisa sebagai obat. Maka, diri kita akan berguna bagi banyak orang.
Oleh: Bhikkhu Hemadhammo
(29 Maret 200
Tidak ada komentar:
Posting Komentar